Obligasi di Pasar Modal Sebagai Sumber Pendanaan dalam Rangka Menghadapi Dinamika Abad 21

Selasa, 02 Agustus 2011
Oleh:  AYU LESTARINING ASIH

Sekitar awal abad ke-19 pemerintah kolonial Belanda mulai membangun perkebunan secara besar-besaran di Indonesia. Sebagai salah satu sumber dana adalah dari para penabung yang telah dikerahkan sebaik-baiknya. Para penabung tersebut terdiri dari orang-orang Belanda dan Eropa lainnya yang penghasilannya sangat jauh lebih tinggi dari penghasilan penduduk pribumi.

Atas dasar itulah maka pemerintahan kolonial waktu itu mendirikan pasar modal. Setelah mengadakan persiapan, maka akhirnya berdiri secara resmi pasar modal di Indonesia yang terletak di Batavia (Jakarta) pada tanggal 14 Desember 1912 dan bernama Vereniging voor de Effectenhandel (bursa efek) dan langsung memulai perdagangan. Yang mana era ini sudah berkembang dan kian marak.

Pasar modal bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuan, dan stabilitas ekonomi nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, pasar modal mempunyai peran strategis sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha, termasuk usaha menengah dan kecil untuk pembangunan usahanya, sedangkan di sisi lain pasar modal juga merupakan wahana investasi bagi masyarakat, termasuk pemodal menengah dan kecil.
Abad 21 merupakan abad penuh tantangan dimana abad ini adalah abad dimana teknologi tidak lagi terbatas, informasi tidak lagi minim, dan dengan segala macam transformasi. Yang mencolok di abad ini adalah system ekonomi yang mana system ekonomi yang bebas dan tanpa batas yang mana Indonesia sebagai Negara berdaulat pun ikut serta di dalamnya.

Dalam menghadapi abad 21 tentunya bangsa Indonesia dalam rangka mencapai tujuan bangsa yaitu kesejahteraan masyarakat harus konsisten dalam menjaga identitasnya sebagai Negara ber ideology pancasila dan berkkonstitusi pada UUD 1945. Maka tentulah dalam mempertahankan identitas itu perlu kemapanan perekonomian dan kematangan dalam mengelolanya. Yang tidak bergantung pada Negara lain sehingga identitas bangsa tetap dijunjung tinggi dihadapan masyarakat Internasional tanpa gangguan dan campur tangan negara lain karena memiliki kemapanan secara ekonomi dan mengelolanya secara mandiri sesuai keinginan bangsa.

BAB I
Pendahuluan
  1.        Latar Belakang

Obligasi atau bond, adalah surat utang jangka panjang yang dikeluarkan oleh peminjam, dengan kewajiban untuk membayar kepada bond holder (pemegang obligasi) sejumlah bunga tetap yang telah ditetapkan sebelumnya.[1] Obligasi merupakan salah satu bentuk surat berharga yang saat ini sangat marak beredar dalam kegiatan pasar modal di Indonesia.
            Pengeksplorasian sumber pembiayaan secara seimbang akan memperkoh struktur permodalan perusahaan dan sukaligus akan meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber pembiayaan. Dengan demikian, pemanfaatan obligasi akan mampu meningkatkan daya saing perusahaan, karena perusahaan telah mampu meningkatkan daya saing perusahaan, karena perusahaan telah mampu memilih slah satu dari sekian sumber dana/ pembiayaan jangka panjang yang tersedia.
            Obligasi termasuk dalam kelompok investasi harga tetap (fixed asset investment), karena untuk melakukan investasi pada obligasi investor harus memiliki cukup uang untuk diikatkan pada obligasi dalam jangka waktu tertentu. Investasi yang memiliki keterikatan dalam jangka waktu tertentu tersebut dapat dikatakan sebagai investasi harga tetap, seperti halnya obligasi yang dikeluarkan oleh BUMN: Bapindo, Jasa marga, BTN, Yayasan Dana Pensiun, dan sebagainya.[2]
            Perkembangan pasar perdana tersebut hendaklah diikuti oleh perkembangan pasar sekunder (bursa). Sedangkan kondisi pasar sekunder yang saat ini menjadi tantangan untuk mengembangkan pasar obligasi di Indonesia adalah pasar sekunder masih juga belum aktif. Kondisi pasar sekunder masih juga belum aktif dan ini merupakan salah satu tantangan dalam upuya untuk mengembangkan pasar obligasi di Indonesia. Untuk meningkatkan aktifitas pasar sekunder, pemerintah telah membentuk lembaga rating yang bertujuan memberikan peringkat terhadap efek yang diperjualbelikan di pasar modal, khususnya terhadap efek yang bersifat utang (obligasi), dengan tujuan untuk membantu masyarakat dalam rangka mengambil keputusan investasi. Bahkan terhadap setiap perusahaan yang berkeinginan menerbitkan obligasi dikenakan kewajiban untuk melampirkan hasil peringkat yang diterbitkan lembaga tersebut.[3]
            Di dalam Undang- Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995, secara tegas dinyatakan bahwa Pasar Modal bertujuan untuk menunjang pertumbuhan dan stabilitas ekonomi ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat melalui penyediaan sumber dana bagi pembiayaan dunia usaha, temasuk usaha kecil dan menengah.[4] Itu berarti peluang besar bagi Indonesia untuk memanfaatkan pasar modal sebagai sumber pembiayaan yang dapat dilakukan melalui baik saham maupun obligasi.

2.        Rumusan Masalah
1.      Bagaimana definisi surat berharga?
2.      Bagaimana mekanisme penerbitan obligasi?
3.      Bagaimana pertumbuhan pasar obligasi sebagai investasi pendanaan di pasar modal Indonesia?
 BAB II
Pembahasan

 1.        Definisi Surat Berharga
Teknologi dunia kini semakin pesat dan semakin maju apalagi menyangkut sektor perdagangan. Hal ini terlihat atau terbukti, di antaranya dalam hal orang menghendaki segala sesuatunya yang menyangkut urusan perdagangannya dapat bersifat praktis dan aman serta dapat dipertanggung jawabkan, khususnya dalam lalu lintas pembayaran.
     Dalam hal ini orang tidak mutlah lagi menggunakan alat pembayaran berupa uang, melainkan cukup menerbitkan surat berharga baik secara kontan maupun sebagai alat pembayaran kredit.[5]
     Pembayaran menggunakan surat berharga dianggap aman, karena pembayaran dengan surat berharga memerlukan cara- cara tertentu. Sedangkan jika menggunakan mata uang, apalagi dalam jumlah besar, banyak sekali kemungkinan timbul bahaya kerugian, misalnya pencurian, penggarongan, dan lain- lain.
     Orang mengatakan itu surat berharga berdasarkan kenyataan bahwa surat itu mempunyai nilai uang atau dapat ditukar dengan sejumlah uang, atau apa yang tersebut dalam surat itu dapat dinilai dengan uang. Surat- surat itu berupa wesel, aksep, cek, saham, obligasi, konosemen, ceel, karcis kereta api, surat penitipan barang, BG, dan lain sebagainya. Namun sebenarnya pengertian surat berharga seperti yang dikatakan orang di atas adalah tidak tepat, karena memang tidak demikian dimaksudkan oleh Hukum Dagang.[6]
     Menurut memori penjelasan (M.v.T) yang diberikan oleh van de Felt mengenai pasal- pasal:92,102, dan 103 UKS Belanda (2 pasal yang disebutkan di muka menjadi pasal- pasl: 89, dan 99 KPS Indonesia) pada pokoknya dikemukakan:
“Yang dimaksudkan dengan surat yang mempunyai (papieren van waarde) adalah surat- surat yang pemilikannya diperlukan untuk melaksanakan hak yang bersangkutan, walaupun pelaksanaan hak itu tidak harus semata- mata prestasi yang berwujud pembayaran uang, seperti misalnya konosemen dan ceel.”[7]
    
Maka ciri surat berharga adalah memiliki fungsi sebagai berikut:
a.       Sebagai alat pembayaran (alat tukar uang)
b.      Sebagai alat untuk memindahkan hak tagih (diperjual belikan dengan mudah atau sederhana)
c.       Sebagai surat bukti hak tagih (surat legitimasi).
Sedangkan tujuan penerbitan surat berharga itu ialah sebagai pemenuhan prestasi berupa pembayaran sejumlah uang.

2.        Mekanisme Penerbitan Obligasi
A.      Pihak- pihak
Pihak- pihak yang terlibat sebagai aktor utama terwujudnya pelaksanaan kegiatan transaksi jual beli antara lain adalah sebagai berikut:
a.       Penanggung
Diperlukan apabila suatu pihak (perusahaan, negara, dan pemerintah daerah) menerbitkan obligasi. Tujuannya adalah untuk menjamin pelunasan seluruh pinjaman pokok beserta bunga, apabila di kemudian hari emiten tidak mampu membayar atau wanprestasi.
b.      Lembaga kliring
Berfungsi menyelesaikan semua hak- hak dan kewajiban yang timbul dari bursa efek. Juga bertindak sebagai agen pembayaran atas transaksi jual beli obligasi. Umumnya lembaga kliring adalah bank.
c.       Konsultan hukum
Konsultan hukum yang ditunjuk oleh emiten berperan sebagai legal drafter and adviser.
d.      Emiten
Pengertian emiten (issuer) adalah pihak yang menerbitkan atau mengeluarkan obligasi dengan tujuan untuk mendapatkan dana[8]. Yang dapat bertindak sebagai emiten adalah perusahaan, BUMD, BUMN, pemerintah daerah, misalnya Pemerintah Daerah Profinsi Papua Barat, negara, misalnya Republik Indonesia, badan- badan Internasional, misalnya World Bank, IFC, atau badan otonomi khusus, misalnya Badan Otonomi Pulau Batam.[9]
e.       Penjamin Emisi
Penjamin emisi (underwriter adalah perusahaan yang menjamin penjualan obligasi. Pada dasarnya penjamin emisi merupakan mediator antara emiten dengan pemodal. Apabila obligasi tidak terjual maka penjamin emisi akan memudahkan proses penarikan dana, dan pembayaran obligasi kepada emiten lebih pasti karena tidak tergantung pada laku atau tidaknya obligasi di bursa efek. Selain itu, penjamin emisi juga berrtugas melakukan penelitian yang mendalam dan menyeluruh atas kemampuan dan prospek emiten.[10]
f.       Wali Amanat
Wali amanat (trustee) adalah pihak yang ditunjuk oleh emiten, tetapi bertindak mewakili kepentingan pemegang obligasi. Wali amanat adalah suatu pihak yang mewakili kepentingan pemegang efek yang bersifat utang, baik di dalam pengadilan maupun di luar pengadilan. Yang dapat bertindak sebagai wali amanat adalah bank, lembaga keuangan bukan bank, atau lembaga lain yang mendapat persetujuan dari Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal).[11]
Beberapa tugas yang harus dilakukan oleh wali amanat adalah sebagai berikut:
(i)        Menganalisis kemampuan dan kredibilitas emiten,
(ii)      Menilai sebagian atau seluruh harta kekayaan emiten yang dijadikan jaminan kepadanya,
(iii)    Memberi nasihat yang diperlukan emiten,
(iv)    Mengawasi pelunasan bunga dan pinjaman pokok sesuai dengan waktu yang ditentukan, dan
(v)        Bertindak sebagai pembayar utama.
Dasar wali amanat bertindak adalah Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM), yaitu dirinci dalam pasal 50-54[12].
Pemegang obligasi muncul setelah adanya perjanjian perwalimatan atau perikatannya telah ada. Pihak yang mewakili kepentingan pemegang obligasi, yaitu wali amanat itulah yang harus ada, karena:[13]
1.      Pemegang obligasi belum muncul.
2.      Perputaran pemegang obligasi sangat cepat karena pemegang obligasi yang banyak jumlahnya, di mana biasanya obligasinya atas unjuk dan bisa diperjualbelikan.
3.      Untuk pemantauan dan pengurusan hak- hak infestor kepada emiten.
Kegiatan- kegiatan atau tugas wali amanat dibedakan dalam tiga proses:
1.      Pra emisi
Wali Amanat akan menganalisis keadaan keuangan emiten. Lalu akan dinilai apakah keadaan tersebut dapat dinyatakan layak dan dianggap mampu melakukan pembayaran kewajiabannya atas obligasi tersebut. Kewajibannya adalah membayar bunga yang telah diperjanjikan dan melakukan pembayaran pokok pada saat yang telah ditentukan.

 2.      Saat emisi
Wali Amanat bersama underwritter dan konsultan hukum menentukan hak- hak pemegang obligasi selaku kreditor. Hak- hak tersebut antara lain hak atas pembayaran bunga, hak atas pembayaran pokok utang, tanggal- tanggal pembayaran, dan hak untuk memperoleh jaminan, baik preferen maupun tidak. Hak pemegang obligasi lainnya adalah hak untuk memperoleh laporan-laporan selama jangka waktu obligasi mengenai bagaimana status obligasi yang telah dibelinya.
Tugas lainnya adalah membantu proses pengajuan pernyataan pendaftaran kepada Bapepam agar obligasi diberikan izin efektif oleh Bapepam.
Wali Amanat juga menyapkan surat- surat yang diperlukan dari wali amanat itu sendiri. Antara lain membuat surat pernyataan tidak memiliki hubungan afiliasi dan akan bertindak independen dalam melakukan tindakan selaku wali amanat.
Jika izin efektif sudah diberikan, barulah obligasi dapat dijual kepada masyarakat. Setelah terjual semua, maka dimulailah tanggal emisi di mana emiten sudah benar- benar berutang kepada pemegang obligasi.
3.      Pasca emisi
Wali amanat akan melakukan pemantauan atas pemenuhan kewajiban- kewajiban kepada emiten sebagaimana telah diperjanjikan dalam perjanjian perwalimatan. Wali amanat akan memberitahukan hal- hal penting dari hasil pemantauan yang ditemukannya kepada pemegang obligasi.
Wali amanat membantu emiten sehubungan permasalahan yang timbul pada saat emisi obligasi, baik kepada pemegang obligasi, Bapepam, maupun lembaga lain.
Wali amanat sebenarnya adalah suatu lembaga yang memberikan perlindungan dalm proses pembuatan suatu perikatan (dalam hal ini perjanjian perwalimatan) dsan pemantauan terhadap perikatan tersebut bagi pemegang obligasi atau investor.
Penentuan bunga dilakukan oleh emiten dengan underwritter, karena pihak underwritter yang akan menjual kepada masyarakat atas obligasi yang diterbitkan. Wali amanat akan memantau negosiasi atas besarnya bunga yang akan disepakati oleh kedua belah pihak, kemudian akan memasukkannya secara jelas dan tegas ke dalam perjanjian perwalimatan, sebab hal itu yang harus dipenuhi  oleh emiten selama jangka waktu obligasi.
Wali amanat juga melakukan negsiasi dengan emiten agar sebisa mungkin obligasi tersebut memiliki jaminan yang preferen. Apabila jaminannya tidak preferen dan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, maka wali amanat pari pasu dengan kreditor lain dan wali amanat tidak bisa mengeksekusi sendiri apabila terjadi kelalaian  yang dilakukan oleh emiten.

B.       Prosedur Emisi Obligasi
Pada dasarnya untuk menerbitkan dan menjual obligasi di bersa efek mengikuti prosedur sebagai berikut:
a.       (i) Apabila emiten adalah sebuah perseroan terbatas maka harus diadakan RUPS yang menyetujui penerbitan obligasi tersebut. (ii) Apabila emiten adalah pemerintah daerah maka rencana penerbitan dan penjualan obligasi harus didasarkan pada Peraturan Daerah yang intinya menyetujui rencana penerbitan dan penjualan obligasi tersebut. (iii) Apabila emiten adalah negara (misalnya Republik Indonesia) maka rencana penerbitan obligasi tersebut harus didasarkan pada suatu keputusn presiden, sebagai kepala eksekutif.
b.      Setelah mendapatkan dasar peneguhan dalam bentuk hasil RUPS, perda, dan Keppres seperti tersebut, maka calon emiten mengajukan pernyataan maksud kepada Bapepam tentang keinginan untuk menerbitkan obligasi dan menjual melalui bursa efek.
c.       Apabila Bapepam memberi persetujuan atas rencana emisi tersebut, emiten segera menunjuk beberapa lembaga dan profesi pununjang pasar modal seperti underwitter, trustee, guarantor, akuntan publik, dan konsultan hukum.
d.      Lembaga dan Profesi Penunjang yang telah ditunjuk tersebut mulai bekerja berdasarkan suatu perjanjian yang mengatur tugas dan tanggung jawab masing- masing sehubungan dengan rencana penerbitan obligasi.
e.       Tugas penjamin emisi (underwritter) untuk menyampaikan pernyataan pendaftaran emisi obligasi kepada ketua Bapepam.
f.       Setelah diteliti dan diperiksa oleh bapepam dan dinyatakan memenuhi syarat, Bapepam mengadakan final hearing.
g.      Tahap selanjutnya adalah penjualan obligasi di pasar perdana yang kemudia diikuti dengan penjualan di pasar sekunder


3.        Pertumbuhan Pasar Obligasi di Pasar Modal Indonesia
Jaman ini obligasi mengalami perkembangan yang berarti sebagai instrumen keuangan dimulai pada periode tahun 2000. Hal itu disebabkan oleh pengetahuan prosedur openjaminan di lembaga keuanangan, yang menyebabkan kalangan pebisnis melirik instrumen pendanaan lain. Perusahaan meminjam dana dari kalangan investor untuk melakukan ekspansi usaha atau kebutuhan lain. Sebagai imbal balik perusahaan akan memberikan tingkat bunga atau kupon yang akan dibayarkan 6 bulanan atau tahunan. Dari sisi prosedur, langkah ini dirasa lebih mudah daripada proses peminjaman ke lembaga keuangan.
Tingkat keinginan masyarakat untuk berinvestasi ke dalam obligasi dalam perkembangannya cukup besar. Hal ini tercermin dari tingginya permintaan atas obligasi dalam setiap pelaksanaan emisi yang sudah dilakuakan, bahkan ada beberapa perusahaan yang harus melakukan penjatahan akibat tingginya permintaan dibandingkan dengan jumlah obligasi yang ditawarkan (over subscribe).
Prospek perkembangan obligasi di Indonesia dapat ditinjau dari dua hal, yaitu aspek permintaan dari investor (sebagai media investasi) dan aspek perusahaan yang membutuhkan dana bagi pembiayaan usahanya.
Hampir semua obligasi yang diterbitkan di Indonesia mempunyai umur (berjangka waktu) rata- rata 5 tahun ke atas. Umur tersebut jelas lebih pendek daripada dibandingkan dengan obligasi yang diterbitkan oleh beberapa negara Asia yang bisa 10, 15, atau 20 tahun, dan bahkan ada yang lebih panjang dari itu. Umur yangpendek tersebut merupakan daya tarik tersendiri  karena pengembalian pokok pinjaman tidak terlalu panjang.[14]
Kalaupun ada sifat bunga yang diterapkan bisa berbentuk tingkat bunga tetap, rata- rata 18% per tahun, atau tingkat bunga mengambang (floating rate). Adanya tingkat bunga bersifat fixed dengan rata- rata di atas tingkat bunga perbankan memberikan daya tarik tersendiri bagi masyarakat, di samping tingkat resikonya yang rendah tadi. Bagi yang kurang menyenangi resiko, dapat pula memilih obligasi yang bersifat floating rate, dalam arti tingkat bunga obligasi tersebut selalu mengikuti perkembangan tingkat bunga pasar uang (jumlah bunga yang dibayarkan akan berubah tiap jangka waktu tertentu, biasanya tiap enam bulan, dan berlaku sampai masajatuh tempo). Tingkat bunga untuk floating rate ini selalu ditetapkan sekitar ¾ atau 1% di atas tingkat bunga deposito.[15]
Potensi jumlah pemodal perseorangan tercermin dari jumlah penduduk Indonesia yang menempati posisi ke- 4 terbesar di dunia. Jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 200 juta dengan pendapatan perkapita lebih kurang US$ 1.003. Jumlah ini merupakan potensi investor yang tidak kecil jika dapat digarap dengan baik. Sementara itu, dari sisi investor lembaga, data tahun 1994 menunjukkan adanya 95 perusahaan asuransi. Investor lembaga lainnya adalah Yayasan Dana Pensiun (YDP) yang sampai dengan tahun 1994 jumlahnya mencapai 521 YDP. Dengan demikian, potensi investor lembaga yang tersendiri atas perusahaan asuransi dan YDP, sampai tahun 1994 saja sudah mencapai 616 lembaga.[16]
Pasar obligasi mempunyai prospek yang akan semakin baik di masa mendatang. Bagi dunia usaha, obligasi tentunya dapat diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan yang makin berperan mengingat aliran dana yang kini lebih cenderung ke portofolio obligasi dan saham. Kecenderungan tersebut menggambarkan bahwa permintaan akan instrumen obligasi akan semakin besar di kemudian hari. Khususnya di era globalisasi, di mana pasar modal Indonesia akan terintegrasi dengan pasar modal internasional, maka mau tidak mau fund manager asing akan mengalihkan investasinya ke efek- efek yang ada di bursa, termasuk pula efek obligasi yang dikeluarkan oleh perusahaan- perusahaan lokal. Proyek- proyek tersebut dalam operasionalnya membutuhkan dana yang tidak sedikit dan kebutuhan dana tersebut salah satunya dapat dipenuhi melalui pasar modal.
Selama ini, jenis obligasi yang diterbitkan di pasar modal Indonesia adalah obligasi biasa dan obligasi konversi, dengan tingkat bunga tetap dan tingkat bunga mengambang. Besarnya tingkat bunga tetap rat- rata 15,25% sampai dengan 23%, sedangkan untuk tingkat bunga mengambang selalu ditetapkan sekitar ¾ atau 1% di atas bunga deposito. Rata- rata jangka waktu yang dipakai adalah 5 tahun dan paling lama 12 tahun.[17]
Adanya isu harga jatuh bahwa Indonesia dikorner oleh pasar pada penjualan obligasi tersebut. Investor sengaja melepas obligasi Indonesia di pasar sehingga harganya jatuh, atau imbal hasilnya naik. Perlu dikemukakan disini bahwa harga obligasi berbanding terbalik dengan imbal hasil. Apabila harga obligasi turun, imbal hasil akan naik. Dengan demikian, investor dapat meminta imbal hasil yang lebih tinggi untuk penerbitan surat utang Indonesia yang baru. Memang, tren spead dari RI dan RI 37 dengan US- Tteasury terlihat naik sejak November 2007.[18]
Sementara itu, rekam jejak Indonesia di pasar obligasi global masih relatif pendek. Ini membuat Indonesia harus memberikan imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain, yang peringkatnya sama dengan Indonesia.
Indonesia baru menerbitkan obligasi global pada tahun 2004, sedangkan Filipina dan Turki sudah cukup lama menerbitkan obligasi global. Jadi kedua negara itu sudah relatif lebih dikenal di pasar obligasi global. Jadi, kedua negara itu sudah relatif dikenal di pasr obligasi global, dan karena itu lebih dipercaya. Akibatnya, selisih imbal hasil obligasi Indonesia dengan US-Treasury secara konsisten berada di atas negara- negara tersebut. Indonesia nampaknya harus lebih sering menerbitkan obligasi global bila ingin mendapat perlakuan yang sama. Namun, ini tentunya sesuai dengan kebutuhan APBN.[19]

  BAB III
Kesimpulan

             Suatu perusahaan umumnya akan memerlukan dana untuk modal yang bersumber dari luar perusahaan apabila melakukan pengembangan usahanya. Perusahaan yang beroperasi hanya mengandalkan dana sendiri, perkembangannya akan terbatas. Disini perusahaan harus mencari sumber pendanaan dari luar. Disamping itu terkait anime masyarakat yang cukup besar untuk berinvestasi ke dalam obligasi tercermin dari permintaan yang tinggi atas obligasi dalam pelaksanaan emisi yang sudah dilakukan.
            Paling tidak, ada beberapa aspek yang sangat berpengaruh, sehingga perdagangan dan penerbitan obligasi mengalami lonjakan yang cukup berarti. Pertama, jumlah maupun keanekaragaman perusahaan memanfaatkan obligasi sebagai sumber alternatif pembiayaan di pasar modal. Kedua, kemampuan investor (pemodal) yang tertarik untuk berinvestasi dengan menggunakan obligasi, dan ketiga adalah kondisi serta situasi perkembangan pasar modal di tanah air yang lebih kondusif dan mempunyai prospek cerah, terutama dalam rangka menghadapi era perdagangan bebas di masa mendatang.
 

[1] Arthur J. Keown, et al., Basic Financial Management. 7th Edition, (Prentice Hall International, 1996), hlm. 252.
[2] Adrian Sutedi, S.H., M.H., “Aspek Hukum Obligasi dan Sukuk, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal 33
[3] Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-28/PM/1994 tanggal 7 september 1994 tentang Pedoman Bentuk dan isi Pernyataan Dalam Rangka Penawaran Umum, Peraturan IX.B.I butir 8 huruf r.
[4] Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
[5] Imam Prayogo Suryohadibroto,S.H., Djoko Prakoso,S.H.,”Surat Berharga Alat Pembayaran Dalam Masyarakat Modern”,Rineka Cipta,Jakarta,1995,hal.3
[6] Ibid, hal 4.
[7] Ibid, hal 5.
[8] Definisi yang diberikan oleh Undang- Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal, emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum.
[9] David Adams, Transaksi Jual Beli Saham dan Obligasi di Pasar Modal Indonesia Ditinjau Dari Hukum Islam. Kalam Mulia, Jakarta, 1995, hlm. 243-248.
[10] Adrian Sutedi, S.H., M.H., “Aspek Hukum Obligasi dan Sukuk, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal 49
[11] Hak- hak dan kewajiban Wali Amanat dapat dilihat dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasal 50- 54; dan Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-36/PM/1996 tanggal 17 Januari 1996.
[12] Pasal 50 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal:
(1)     Kegiatan usaha sebagai Wali Amanat dapat dilakukan oleh:
a.        Bank Umum; dan
b.       Pihak lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
(2)     Untuk dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Wali Amanat, Bank Umum atau pihak lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib terlebih dahulu terdaftar di Bapepam.
(3)     Persyaratan dan tata cara pendaftaran Wali Amanat diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
   Pasal 51 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal:
(1)     Wali Amanat dilarang mempunyai hubungan afiliasi dengan Emiten, kecuali hubungan Afiliasi tersebut terjadi karena kepemilikan atau penyertaan modal Pemerintah.
(2)     Wali Amanat mewakili kepentingan pemegang Efek bersifat utang, baik di dalam maupun di luar pengadilan.
(3)     Wali Amanat dilarang mempunyai hubungan kredit dengan Emiten dalam jumlah sesuai dengan ketentuan Bapepam yang dapat mengakibatkan benturan kepentingan antara Wali Amanat sebagai kreditor dan wakil pemegang Efek bersifat utang.
(4)     Penggunaan jasa Wali Amanat ditentukan dalam peraturan Bapepam.
   Pasal 52 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal:
Emiten dan Wali Amanat wajib membuat kontrak perwalimatan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bapepam.
   Pasal 53 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal:
          Wali Amanat wajib memberikan ganti rugi kepada pemegang efek bersifat utang atas kerugian karena kelalaianya dalam pelaksanaan tugasnya sebagaiman diatur dalam Undang- Undang ini dan/ atau peraturan pelaksanaannya serta kontrak perwalimatan.
   Pasal 54 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal:
          Wali Amanat dilarang merangkap sebagai penanggung dalam emisi Efek bersifat utang yang sama.
[13] Adrian Sutedi, S.H., M.H., “Aspek Hukum Obligasi dan Sukuk, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal 51
[14] Ibid., hlm. 34
[15]  I Putu Gede Ary Suta, Prospek Obligasi dalam Investasi dan Pendanaan, Jurnal Hukum Bisnis Volume 3, 1998, hlm 50.
[16] Statistik Lembaga Keuangan, Biro Pusat Statistik 1996.
[17]  Statistik Pasar Modal- Bapepam.
[18]  Perbaya Yudhi Sadewa (Chief Economist Danareksa Research Institute), Menyoal Obligasi Global Indonesia, Kompas, Senin 2 1 Januari 2008.
[19] Adrian Sutedi, S.H., M.H., “Aspek Hukum Obligasi dan Sukuk”, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal 48

0 komentar:

Posting Komentar